KUDUSNEWS.COM,
Kudus - Keberbedaan agama seringkali menjadi pemicu tidak harmonisnya kerukunan
antar-umat beragama. Tanpa menyadari, bahwa keberbedaan itu adalah sebuah
anugerah dan kenyataan yang tidak bisa diingkari dalam kehidupan.
Tesis
itu mengemuka dalam talkshow pluralisme bertajuk ''Menumbuhkan Rasa
Nasionalisme Pemuda antar Umat Beragama'' yang digelar Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Universitas Muria Kudus (UMK), Senin 23 Pebruari 2015.
Talkshow
yang digelar di lantai IV Gedung Rektorat UMK tersebut dibuka Rektor Dr.
Suparnyo SH. MS. dan menghadirkan Prof. Dr. Muslim A. Kadir, MA (NU/Islam),
Suharwo S.Ag. M.Pd. (Budha) serta Miljito (Kristen) sebagai narasumber. Salah
satu narasumber yakni Muslim A. Kadir mengatakan, kemajemukan (pluralisme)
adalah kondisi riil yang tak bisa diingkari.
Bagaimana
kita memahami sisi lain dari kemajemukan itu, antara lain dengan memahami
kebangsaan yang satu, yakni Indonesia. Muslim yang mengaku lebih senang dengan
terminologi ‘Monisme yang Pluralis’ ketimbang pluralisme, mengibaratkan baju
(pakaian) yang dipakai oleh semua umat, baik Islam, Kristen, Katholik, Hindu,
Budha, maupun Kong Hu Cu. Ditegaskannya, pakaian yang di Indonesia ini, bisa
dipakai siapa saja dan dari agama mana pun.
Pada
kesempatan itu, Muslim yang juga Mustasyar PCNU Kudus pun berpesan, agar
melihat persamaan dalam hal keberbedaan. Senada dengan Muslim A. Kadir, apa
yang disampaikan oleh Suharwo. Dikatakannya, harus bisa menerima perbedaan yang
ada. Kalau tidak, maka yang muncul adalah ketidaksukaan. Suharwo mengutarakan,
perbedaan itu adalah sebuah kenyataan yang akan menjadikan hidup lebih indah
jika mampu memahami.
Dikatakannya,
ibarat taman, semakin beragam bunganya, maka akan terasa lebih indah. Dan
agama, tujuannya adalah satu, yakni menuju kebahagiaan kekal nan abadi.
Miljito, mengemukakan, tidak semua orang bergama memiliki pemahaman pluralis,
sehingga dalam satu agama pun, berpotensi terjadi ketidaksepahaman.
Menurut
dia, ketidaksepahaman itu bisa terjadi karena pemilihan ayatnya, atau karena
metode panasirannya yang berbeda. Hampir senada dengan Muslim dan Suharwo,
perbedaan terjadi karena titik singgung yang ada. Dan agar supaya tidak
terjadi benturan, maka harus dicari titik yang sama.
0 comments:
Post a Comment