Like us on Facebook

Wednesday, 26 August 2015

Kita Harus Bisa Melihat Kebersamaan Dalam Keberbedaan


KUDUSNEWS.COM, Kudus - Keberbedaan agama seringkali menjadi pemicu tidak harmonisnya kerukunan antar-umat  beragama. Tanpa menyadari, bahwa keberbedaan itu adalah sebuah anugerah dan kenyataan yang tidak bisa diingkari dalam kehidupan.
Tesis itu mengemuka dalam talkshow pluralisme bertajuk ''Menumbuhkan Rasa Nasionalisme Pemuda antar Umat Beragama'' yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muria Kudus (UMK), Senin 23 Pebruari 2015.
Talkshow yang digelar di lantai IV Gedung Rektorat UMK tersebut dibuka Rektor Dr. Suparnyo SH. MS. dan menghadirkan Prof. Dr. Muslim A. Kadir, MA (NU/Islam), Suharwo S.Ag. M.Pd. (Budha) serta Miljito (Kristen) sebagai narasumber. Salah satu narasumber yakni Muslim A. Kadir mengatakan, kemajemukan (pluralisme) adalah kondisi riil yang tak bisa diingkari.
Bagaimana kita memahami sisi lain dari kemajemukan itu, antara lain dengan memahami kebangsaan yang satu, yakni Indonesia. Muslim yang mengaku lebih senang dengan terminologi ‘Monisme yang Pluralis’ ketimbang pluralisme, mengibaratkan baju (pakaian) yang dipakai oleh semua umat, baik Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, maupun Kong Hu Cu. Ditegaskannya, pakaian yang di Indonesia ini, bisa dipakai siapa saja dan dari agama mana pun.
Pada kesempatan itu, Muslim yang juga Mustasyar PCNU Kudus pun berpesan, agar melihat persamaan dalam hal keberbedaan. Senada dengan Muslim A. Kadir, apa yang disampaikan oleh Suharwo. Dikatakannya, harus bisa menerima perbedaan yang ada. Kalau tidak, maka yang muncul adalah ketidaksukaan. Suharwo mengutarakan, perbedaan itu adalah sebuah kenyataan yang akan menjadikan hidup lebih indah jika mampu memahami.
 Dikatakannya, ibarat taman, semakin beragam bunganya, maka akan terasa lebih indah. Dan agama, tujuannya adalah satu, yakni menuju kebahagiaan kekal nan abadi. Miljito, mengemukakan, tidak semua orang bergama memiliki pemahaman pluralis, sehingga dalam satu agama pun, berpotensi terjadi ketidaksepahaman.
 Menurut dia, ketidaksepahaman itu bisa terjadi karena pemilihan ayatnya, atau karena metode panasirannya yang berbeda. Hampir senada dengan Muslim dan Suharwo, perbedaan terjadi karena titik singgung yang ada.  Dan agar supaya tidak terjadi benturan, maka harus dicari titik yang sama.

0 comments:

Post a Comment