KUDUSNEWS.COM,
Kudus – Rencana Pemkab Kudus merubah nama RSUD Kudus menjadi RSU dr
Lukmonohadi, saat ini terus dilakukan. Setelah mendapat persetujuan dari pihak
keluarga, sejumlah proses administrasi terus dilakukan. Namun, siapa sebenarnya
Lukmonohadi, sejauh ini belum banyak masyarakat yang mengetahui salah satu
pejuang di bidang kesehatan tersebut.
Bagi masyarakat Kudus, nama dr Lukmonohadi memang bukan nama yang asing karena telah dijadikan nama sebuah jalan protokol yang ada di Kudus. Namun, siapa sebenarnya Lukmonohadi dan bagaimana kiprahnya perjuangannya bagi bangsa dan negara, masih sangat sedikit masyarakat yang mengetahuinya.
”Papi adalah dokter pribumi pertama yang menjabat sebagai kepala rumah sakit Kudus sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Iskandi Latifah, anak Lukmonohadi yang sudah berusia 80 tahun, saat berkunjung di RSUD Kudus, Kamis (8/5) kemarin.
Dengan sedikit terbata lantaran usia yang sudah lanjut, Iskandi kemudian menuturkan bagaimana kiprah ayahnya saat dipindah ke Kudus untuk menjabat kepala rumah sakit kala itu. Tidak hanya menjalankan tugas kedinasan saja di rumah sakit, namun Lukmonohadi dikenal tanpa pamrih mengobati siapa saja warga yang membutuhkan.
”Selain di rumah sakit, papi juga berkeliling ke klinik yang ada di pelosok-pelosok. Tak hanya itu, papi juga tak pernah menolak ketika ada warga yang membutuhkan pengobatan kapanpun,” ujarnya.
Lantaran kondisi ekonomi masyarakat yang sulit saat itu, seringkali jasa Lukmonohadi dalam mengobati pasien, diberi imbalan dengan hasil panen berupa sayuran, beras, maupun buah-buahan.
Diculik PKI
Namun, pengabdian Lukmonohadi dalam melayani kesehatan masyarakat berakhir ketika 30 September 1948, tiga orang pemuda datang ke rumahnya. Saat itu, tiga pemuda tadi memberitahukan Lukmonohadi untuk mendatangi undangan rapat.
Namun, sejak itu kemudian Iskandi dan keluarganya tidak pernah melihat lagi Lukmonohadi. Baru pada 22 Oktober 1948, ada kabar yang cukup menyakitkan ketika jenazah Lukmonohadi ditemukan di hutan Trangkil lantaran dibunuh oleh gerakan pemberontak PKI pimpinan Muso. ”Sejak itu, kami sekeluarga harus hidup dalam kesusahan. Syukur, atas bantuan teman-teman papi, mami bisa bekerja sebagai perawat di beberapa rumah sakit,” tandasnya.
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, dari lima anak Lukmonohadi, hanya tiga orang yang saat ini masih hidup. Bahkan, beruntung perjuangan Lukmonohadi dalam bidang kesehatan, diteruskan oleh cucu-cucunya. ”Anak saya dua orang menjadi dokter meneruskan perjuangan eyangnya,” katanya.
Iskandi mengaku sangat berterima kasih pada Pemkab Kudus yang berencana mengabadikan nama ayahnya sebagai nama RSUD Kudus. Ini tak lepas dari telah diangkatnya Lukmonohadi sebagai salah satu pahlawan nasional, serta atas pengabdiannya pada pelayanan kesehatan di Kudus.
Namun, ada satu harapan keluarga yang hingga kini belum terwujud adalah keinginan untuk memindahkan makam Lukmonohadi di pemakaman Krapyak ke Taman Makam Pahlawan Kaliputu. ”Kami berharap pemkab Kudus bisa merealisasikan hal tersebut,” katanya. (sat/red)
Bagi masyarakat Kudus, nama dr Lukmonohadi memang bukan nama yang asing karena telah dijadikan nama sebuah jalan protokol yang ada di Kudus. Namun, siapa sebenarnya Lukmonohadi dan bagaimana kiprahnya perjuangannya bagi bangsa dan negara, masih sangat sedikit masyarakat yang mengetahuinya.
”Papi adalah dokter pribumi pertama yang menjabat sebagai kepala rumah sakit Kudus sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Iskandi Latifah, anak Lukmonohadi yang sudah berusia 80 tahun, saat berkunjung di RSUD Kudus, Kamis (8/5) kemarin.
Dengan sedikit terbata lantaran usia yang sudah lanjut, Iskandi kemudian menuturkan bagaimana kiprah ayahnya saat dipindah ke Kudus untuk menjabat kepala rumah sakit kala itu. Tidak hanya menjalankan tugas kedinasan saja di rumah sakit, namun Lukmonohadi dikenal tanpa pamrih mengobati siapa saja warga yang membutuhkan.
”Selain di rumah sakit, papi juga berkeliling ke klinik yang ada di pelosok-pelosok. Tak hanya itu, papi juga tak pernah menolak ketika ada warga yang membutuhkan pengobatan kapanpun,” ujarnya.
Lantaran kondisi ekonomi masyarakat yang sulit saat itu, seringkali jasa Lukmonohadi dalam mengobati pasien, diberi imbalan dengan hasil panen berupa sayuran, beras, maupun buah-buahan.
Diculik PKI
Namun, pengabdian Lukmonohadi dalam melayani kesehatan masyarakat berakhir ketika 30 September 1948, tiga orang pemuda datang ke rumahnya. Saat itu, tiga pemuda tadi memberitahukan Lukmonohadi untuk mendatangi undangan rapat.
Namun, sejak itu kemudian Iskandi dan keluarganya tidak pernah melihat lagi Lukmonohadi. Baru pada 22 Oktober 1948, ada kabar yang cukup menyakitkan ketika jenazah Lukmonohadi ditemukan di hutan Trangkil lantaran dibunuh oleh gerakan pemberontak PKI pimpinan Muso. ”Sejak itu, kami sekeluarga harus hidup dalam kesusahan. Syukur, atas bantuan teman-teman papi, mami bisa bekerja sebagai perawat di beberapa rumah sakit,” tandasnya.
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, dari lima anak Lukmonohadi, hanya tiga orang yang saat ini masih hidup. Bahkan, beruntung perjuangan Lukmonohadi dalam bidang kesehatan, diteruskan oleh cucu-cucunya. ”Anak saya dua orang menjadi dokter meneruskan perjuangan eyangnya,” katanya.
Iskandi mengaku sangat berterima kasih pada Pemkab Kudus yang berencana mengabadikan nama ayahnya sebagai nama RSUD Kudus. Ini tak lepas dari telah diangkatnya Lukmonohadi sebagai salah satu pahlawan nasional, serta atas pengabdiannya pada pelayanan kesehatan di Kudus.
Namun, ada satu harapan keluarga yang hingga kini belum terwujud adalah keinginan untuk memindahkan makam Lukmonohadi di pemakaman Krapyak ke Taman Makam Pahlawan Kaliputu. ”Kami berharap pemkab Kudus bisa merealisasikan hal tersebut,” katanya. (sat/red)
0 comments:
Post a Comment